Seperti Mimpi yang Menjelma Nyata
Ini hanya sebuah kisah pendek. Secuil dari banyak hal yang telah saya lakoni. Inilah perjalanan perkuliahan saya hingga mendapatkan gelar
sarjana pendidikan. Saya, seorang gadis normal yang harus tabah menerima takdir
untuk berubah menjadi seorang brain-damaged learner karena kecelakaan lalu
lintas parah yang menimpa saya.
Tuhan, Aku Jadi Mahasiswa!
Tahun 2008 menyimpan banyak sekali kisah. Itu adalah tahun terakhir saya di SMA. Tak lama lagi saya akan punya predikat baru. Mahasiswa. Sebuah kata yang selalu saya impi-impikan. Kuliah di perguruan tinggi seperti di film televisi. Am so excited! I was.
Sempat dilema akan melanjutkan pendidikan di sini atau di sana. Ikut teman atau menurut pemikiran? Ah! Akhirnya saya mendaftar ke sebuah perguruan tinggi negeri di Semarang. Dulunya kampus ini bernama IKIP Semarang. Ini kampus pertama yang saya daftari dan langsung diterima. Ya, saya tidak perlu mendaftar lagi ke kampus lain.
Bangku perkuliahan baru saya nikmati satu tahun kala itu. Suka cita menjadi mahasiswa baru sangat terasa. Belajar pun sedang giat-giatnya. Berbagai kegiatan kampus saya ikuti. Mulai dari bernyanyi hingga ikut aktif di kegiatan kemahasiswaan.
Hingga tiba-tiba takdir Allah mengharuskan saya untuk beristirahat total di rumah dalam waktu yang benar-benar tidak sebentar. Dalam pengawasan ketat tim dokter saya menjalani hari-hari yang begitu lain dari biasa.
Tinggal di tempat itu, bangsal rumah sakit. Rasa sakit ngilu menjadi makanan sehari-hari. Jika ditanya apakah itu sulit, jawabannya iya! Tapi saya tidak mau menyerah. Perkuliahan saya tercekat akibat sebuah peristiwa.
Sempat dilema akan melanjutkan pendidikan di sini atau di sana. Ikut teman atau menurut pemikiran? Ah! Akhirnya saya mendaftar ke sebuah perguruan tinggi negeri di Semarang. Dulunya kampus ini bernama IKIP Semarang. Ini kampus pertama yang saya daftari dan langsung diterima. Ya, saya tidak perlu mendaftar lagi ke kampus lain.
Bangku perkuliahan baru saya nikmati satu tahun kala itu. Suka cita menjadi mahasiswa baru sangat terasa. Belajar pun sedang giat-giatnya. Berbagai kegiatan kampus saya ikuti. Mulai dari bernyanyi hingga ikut aktif di kegiatan kemahasiswaan.
Hingga tiba-tiba takdir Allah mengharuskan saya untuk beristirahat total di rumah dalam waktu yang benar-benar tidak sebentar. Dalam pengawasan ketat tim dokter saya menjalani hari-hari yang begitu lain dari biasa.
Tinggal di tempat itu, bangsal rumah sakit. Rasa sakit ngilu menjadi makanan sehari-hari. Jika ditanya apakah itu sulit, jawabannya iya! Tapi saya tidak mau menyerah. Perkuliahan saya tercekat akibat sebuah peristiwa.
Pageralang, 23 Juli 2009
Sore itu, saya sedang dalam perjalanan ke rumah sehabis bertamasya dengan kawan SMA. Reuni setelah setahun lamanya tak berjumpa. Gembira sekali bisa bertatap muka. Kembali mengingat saat SMA yang penuh canda tawa.
Sepulang dari tempat wisata, sebuah kecelakaan nahas menimpa saya tepat di tanggal 23 Juli 2009. Saya yang membonceng seorang teman ditakdirkan terserempet bus patas AC Sum*ber Alamm di jalan raya ketika melintas di desa Pageralang.
Kata mereka, saya mengalami perdarahan otak, amnesia, perda*rahan di hidung, telinga, muntah-muntah da**h, serta koma selama 3 hari. Semua cerita tentang masa-masa itu dikisahkan oleh mereka, malaikat tanpa sayap, yang begitu teramat menyayangi saya karena memang, saya tidak mampu mengingat apapun yang terjadi kala itu.
Bahkan hingga hari ini semuanya terhapus dari ingatan secara permanen. Butuh satu tahun perawatan intens untuk menjadikan kondisi saya lebih baik. Setiap hari saya habiskan di rumah sakit demi untuk bisa pulih.
Namun apa mau dikata, obat oral, pijat, terapi setrum listrik yang menyakitkan, fisioterapi pun ternyata belum berhasil mengembalikan kondisi diri ini seperti sedia kala. However, alhamdulillah, bisa hidup seperti ini saya sudah sangat berterimakasih.
Sepulang dari tempat wisata, sebuah kecelakaan nahas menimpa saya tepat di tanggal 23 Juli 2009. Saya yang membonceng seorang teman ditakdirkan terserempet bus patas AC Sum*ber Alamm di jalan raya ketika melintas di desa Pageralang.
Kata mereka, saya mengalami perdarahan otak, amnesia, perda*rahan di hidung, telinga, muntah-muntah da**h, serta koma selama 3 hari. Semua cerita tentang masa-masa itu dikisahkan oleh mereka, malaikat tanpa sayap, yang begitu teramat menyayangi saya karena memang, saya tidak mampu mengingat apapun yang terjadi kala itu.
Bahkan hingga hari ini semuanya terhapus dari ingatan secara permanen. Butuh satu tahun perawatan intens untuk menjadikan kondisi saya lebih baik. Setiap hari saya habiskan di rumah sakit demi untuk bisa pulih.
Namun apa mau dikata, obat oral, pijat, terapi setrum listrik yang menyakitkan, fisioterapi pun ternyata belum berhasil mengembalikan kondisi diri ini seperti sedia kala. However, alhamdulillah, bisa hidup seperti ini saya sudah sangat berterimakasih.
Hai dunia... Aku sudah bisa baca tulis lagi lho!
Saya bukan tidak bisa menulis. Hanya saja kecelakaan itu menghapus semua kebisaan saya kala itu. Tidak bisa menulis. Itu salah satu yang harus saya alami. Tapi ibu saya tidak menyerah untuk terus mengajari saya dari awal.
Akhirnya di pertengahan tahun 2010 ketika saya sudah bisa menulis, membaca, berbicara, makan sendiri, juga mandi sendiri lagi saya bertanya pada dokter yang menangani kasus saya "Dok, bulan depan (September) apa saya sudah boleh kembali kuliah? Saya ingin meneruskan kuliah saya apa boleh?".
Akhirnya di pertengahan tahun 2010 ketika saya sudah bisa menulis, membaca, berbicara, makan sendiri, juga mandi sendiri lagi saya bertanya pada dokter yang menangani kasus saya "Dok, bulan depan (September) apa saya sudah boleh kembali kuliah? Saya ingin meneruskan kuliah saya apa boleh?".
Hmm... Tanpa disangka dokter itu dengan
tenang menjawab "Kamu yakin mau kuliah lagi? Sebaiknya kamu istirahat
saja, tidak usah memikirkan kuliah. Cah wedok ikih nggak kuliah juga nggak
apa-apa kan? Kondisi otakmu tidak memungkinkan". Jawab sang dokter sambil
menatap mata ini, menguatkan sekaligus mencoba mempengaruhi tekad saya untuk
melanjutkan pendidikan di bangku kuliah.
Pilihan yang Sulit...
Jujur saja saya sangat bimbang saat itu. Saya butuh jawaban yang pasti diantara kedua pilihan
itu. Apakah saya harus benar-benar berhenti kuliah seperti apa yang disarankan oleh tim medis atau terus berusaha melanjutkan kuliah?
Akhirnya saya serahkan semua pada Allah azza wa jalla. Seperti tuntunan-Nya, saya lakukan shalat sunnah istikhoroh memohon jawaban kepada Allah. Seminggu berturut-turut saya bersujud di sepertiga malam terakhir memohon petunjuk dari Allah Tuhan semesta alam. Yaa Allah saya ingin kuliah lagi...pintaku kala itu.
Akhirnya saya serahkan semua pada Allah azza wa jalla. Seperti tuntunan-Nya, saya lakukan shalat sunnah istikhoroh memohon jawaban kepada Allah. Seminggu berturut-turut saya bersujud di sepertiga malam terakhir memohon petunjuk dari Allah Tuhan semesta alam. Yaa Allah saya ingin kuliah lagi...pintaku kala itu.
SubhanAllah... Di malam ke delapan saya bermimpi, dalam
mimpi itu, saya sedang berada di sebuah ruang perkuliahan. Ada seorang dosen yang
sedang mengajar kami. Teman-teman di samping kanan kiri saya adalah mereka, teman
seangkatan di jurusan Bahasa Inggris UNNES. Yaa Allah apakah ini jawaban dari-Mu??
Pagi harinya saya ceritakan pada ibu tentang mimpi itu. Mimpi itu membuat saya yakin kalau saya akan mampu melanjutkan
studi di UNNES. Sayapun yakin untuk kembali kuliah. Bismillah. Akhir Agustus
2010 saya bertolak ke Semarang, kembali.
Haiii UNNES... Aku Kembali ^_^
Di awal bulan September 2010 saya mulai melanjutkan studi dengan
kemampuan yang iya, seperti anak SMP lagi. Saya tetap dihitung sebagai mahasiswa
semester V meski semester III dan IV saya tidak berkuliah karena kecelakaan itu.
Obat oral serta painkiller masih harus saya minum setiap hari secara rutin. Sebulan sekali saya dijemput pulang ke Banyumas untuk melakukan kontrol ke rumah sakit. Hari-hari di Semarang saya jalani semampu dan sekuat saya.
Sambil berusaha mengingat nama-nama teman yang hilang dari ingatan, saya berkeliling kampus untuk kembali mengingat ruangan-ruangan kuliah yang terhapus dari ingatan. Rasanya, seperti seseorang yang pertama kali tiba di sebuah tempat asing tanpa siapa-siapa.
Obat oral serta painkiller masih harus saya minum setiap hari secara rutin. Sebulan sekali saya dijemput pulang ke Banyumas untuk melakukan kontrol ke rumah sakit. Hari-hari di Semarang saya jalani semampu dan sekuat saya.
Sambil berusaha mengingat nama-nama teman yang hilang dari ingatan, saya berkeliling kampus untuk kembali mengingat ruangan-ruangan kuliah yang terhapus dari ingatan. Rasanya, seperti seseorang yang pertama kali tiba di sebuah tempat asing tanpa siapa-siapa.
Hingga hari yudisium tiba. Tadaaa...IPK semester V terjun bebas
dari 3.50 menjadi hanya 2 lebih sedikit! Saya tetap tersenyum kok meski IPK sangat drop. Tidak apa-apa, saya bisa mencobanya lebih baik lagi di lain kesempatan. Saya kemudian bertekad untuk memperbaikinya di semester depan. Sedih? Iya, pasti.
Ibu...Bapak...Doakan Putrimu
Hari-hari sering sekali diisi dengan nyeri kepala hebat dan
beberapa kali insiden pingsan tapi saya selalu mensugesti diri saya bahwa saya ini sehat. Sepanjang 2009-2015 saya tentu pernah mengalami masa yang sangat sulit.
SEORANG
BRAIN-DAMAGED LEARNER YANG BERMIMPI UNTUK JADI SARJANA? Hahaha silakan saja
tertawa. Saya pemimpi??? Biar saja toh saya melangkah dan berjuang di atas
kaki saya sendiri. Iya betul, banyak yang menyepelekan saya karena kondisi saya seperti ini tapi saya tetap melangkah.
Sepanjang tahun-tahun ini, sebanyak berkali-kali
saya sakit dan tak kurang dari 3 kali saya tumbang oleh penyakit serius. Sedih karena harus dirawat
inap di rumah sakit, dipulangkan ke rumah di Banyumas karena kondisi yang
menurun drastis.
Saya bersahabat begitu dekat dengan rasa sakit. Ngilunya jarum infus telah belasan kali menancap di vena. Jarum suntik jangan ditanya, ratusan kali injeksi vena saya dapatkan. Ribuan butir obat oral sudah kutelan. Lantas apa kemudian saya menyerah??? TIDAK!!! Wallohi sedikitpun tidak!!! Saya tetap berjalan, meski langkah ini berat.
Saya bersahabat begitu dekat dengan rasa sakit. Ngilunya jarum infus telah belasan kali menancap di vena. Jarum suntik jangan ditanya, ratusan kali injeksi vena saya dapatkan. Ribuan butir obat oral sudah kutelan. Lantas apa kemudian saya menyerah??? TIDAK!!! Wallohi sedikitpun tidak!!! Saya tetap berjalan, meski langkah ini berat.
Sedih, tapi...
Jika ditanya sulit, pasti sulit. Sedih, tentu saja! Kuliah
terseok-seok dengan nilai yang harus terjun bebas dari IPK 3.50 menjadi hanya
2.30 saja. Jika ditanya bagaimana perasaan saya? Ya terpukul, ya sulit
menerima! Benarkah perkataan dokter itu bahwa saya memang sudah tidak mungkin bisa dan tidak mampu menyelesaikan kuliah???
Kata orangtua saya, belum tentu! Dokter toh hanya manusia
biasa, bisa memprediksi tapi tidak bisa memastikan karena keputusan final tetap
ada di hadirat ALLAH SWT azza wa jalla. Seperti seharusnya, saya pun berdamai dengan diri saya sendiri.
Balada Sidang Skripsi
Alhamdulillah…tahun 2015 skripsi saya bisa selesai. Sidang skripsi sudah
di depan mata. Haha ternyata ALLAH SWT ingin menguji saya dulu sebelum
dosen-dosen saya melakukannya. Menjelang sidang skripsi tanggal 24 Juni 2015 kemarin saya tumbang lagi dengan FARINGITIS PARAH yang melanda.
Kondisi saya? Saya tidak bisa makan, minum, juga tidak
bisa berbicara. Rawat inap menjadi pilihan satu-satunya. Ujian skripsi tertunda
lebih dari seminggu. Dosen penguji sempat agak kesal dan marah karena saya belum
sempat memberikan kabar. Melihat ekspresi marah itu, saya jadi ketakutan dan bingung.
Tapi saya tetap harus bersabar karena ini kesalahan saya kenapa harus sakit di saat begini.
Kenapa sampai terlambat memberi kabar.
Meski masih takut dimarahi lagi tapi saya bulatkan keberanian untuk sowan pada mereka (red. Dosen penguji). Akhirnya
mereka memaafkan saya dan saya pun diizinkan mengikuti ujian skripsi. Terimakasih
yaa ALLAH... Biidznillah, ujian bisa berjalan dengan lancar tanpa kesulitan yang berarti. Alhamdulillah, kuasa-Mu Yaa Allah.
Hadiah Buat Ibu dan Bapak Tersayang ^_^
Akhirnya kelulusan ini, gelar sarjana ini saya peroleh dengan IPK
3.11. Tidak cumlaude tapi tetap istimewa untuk mahasiswi 'cacat otak' seperti saya. Setelah
jalan yang begitu sulit dan berat untuk menuju ke sini, akhirnya saya ada di sini,
hari ini. SUBHANALLAH... Sujud syukur pada-Mu yaa ALLAH setelah perjuangan
yang berdarah-darah itu akhirnya saya bisa berdiri di sini. Keyakinan, doa, dan
ikhtiar akan membuahkan buah yang manis.
Alhamdulillah yaa Allah untuk kekuatan
dan pertolongan-MU. Saya bukan apa-apa tanpa-MU yaa rabb Tuhan semesta alam.
Gelar sarjana ini saya persembahkan dan saya dedikasikan hanya untuk kalian, ibu dan bapak tersayang. Ini untuk kalian.
Posting Komentar untuk "Seperti Mimpi yang Menjelma Nyata"
Posting Komentar
Silakan tulis komentar Anda di sini. Semua komentar akan ditampilkan kecuali yang mengandung unsur SARA, pornografi, spam, dan perjudian. Have a good discussion!
Klik kotak Notify Me (Beri tahu saya) untuk mendapatkan pemberitahuan saat saya membalas komentar Anda. Dan please jangan tinggalkan link aktif. Terimakasih ^_^
Regard,
-diens-